Pada sore hari anak-anak sangat banyak datang kerumah untuk
belajar, banyak yang minta untuk di berikan soal matematika. Ada beberapa anak
yang masih belum mengerti mengerjakan perkalian dengan cara bersusun kebawah,
perkalian ratusan dengan satuan dan belasan, berkali kali aku menjelaskan
perkalian pada mereka, terkadang mereka benar tapi tetap saja masih sering salah.
Karna ditahap pembelajaran kelas tiga sudah seharusnya mengerti perkalian, maka
aku selalu menjelaskan perkalian padanya dengan soal yang begitu mudah dengan
menggunakan perkalian dua dan tiga yang bisa mereka hitung pakai jari mereka
dengan cepat.
Lagi-lagi ketika mereka minta untuk diberikan soal
matematika, saya senang dan langsung saya berteriak “siapa yang mau ibu guru
tantang untuk mengerjakan soal perkalian” anak-anak dengan semangat menjawab
“saya ibu guru” senang sekali dengan semangat belajar dan antusiasnya. Selalu
setiap aku memberikan soal, aku memberikan mereka contoh dahulu untuk
mengingatkan kembali dan memastikan mereka paham apa yang akan mereka kerjakan.
Mereka bersemangat menjawab “tiga kali empat berapa” teriakku setiap kali aku
membacakan soal dan meminta mereka untuk menjawab, sejenak mereka diam dan
kemudian mereka berteriak “dua belas….. dua belas” ribut mereka satu
persatu. Setelah selesai menjelaskan
soal, aku berikan kepada mereka soal-soal sekitar lima buah saja.
Semua anak langsung telungkup ke lantai dan mengerjakan soal
yang aku berikan. Dan ruanganpun berubah suaranya seperti suara lebah karna
anak-anak mulai berhitung perkalian dan mencoret-coret paha mereka. karena
kulit mereka yang kering sehingga bisa ditulis-tulis dengan kuku… terkadang aku
tertawa dalam hati, anak-anak ini begitu kreatif dalam belajar dan memanfaatkan
apa yang bisa menjadi media belajar mereka dengan apa yang ada paling dekat
dengan mereka. Tidak butuh mengeluh jika tak ada fasilitas. Tapi cukup nikmati
apa yang ada dan memanfatkannya.
Satu persatu anak yang telah selesai mengerjakan soal, ia menglihatkan
hasil hitungannya pada ku, ada yang dapat seratus dan ada yang salah satu, dua,
tapi tidak sedikit yang salah semua, dan itu anak kelas kelas kecil yang baru
memahami perkalian bersusun kebawah. Ketika aku menyalahkan apa yang mereka
kerjakan tak jarang mereka mengeluarkan decissan “Cik…Cik” mereka sudah terbiasa mendecis ketika ada
yang salah atau mengungkapkan ketidaksenangan, lalu aku bertanya, kalian
seperti ini (akupun menirukan gimana mereka mendecis “CIk..cik.cik” itu tanda apa?
aku harus memastikan dulu sebelum aku memberikan nasehat pada mereka, ternyata
benar dungaanku, mereka menjawab “itu ganas bu guru” aku langsung tersentak
dengan perkataan polos tanpa merasa bersalah padaku yang sudah di decis oleh
mereka berkali-kali. ketika mereka mengerjakan soal salah dan aku perbaiki dan
menjelaskan ulang lagi pada mereka mereka biasanya mengeluarkan decisan.
Tak disangka mataku berkaca-kaca, begitu sakit rasanya
ketika mulai bersemangat mengajar anak-anak dan berusaha selalu menerima
keadaan mereka apa adanya, tanpa mengenal waktu kapanpun mereka ingin belajar
aku layani. malah yang aku dapatkan decisan mereka, kata mereka itu bentuk
ganas mereka, mereka menunjukkan ketidaksukaannya, apalagi aku harus menambah
soal buat mereka supaya mereka lebih paham.
Saat itu aku begitu sedih sekali, aku takut ketika dengan
keadaan emosi yang tidak stabil aku menunjukkan muka ketidaksenanganku pada
anak-anak. Aku langsung menyudahi pembelajaran pada sore itu. “anak-anak,
belajar sore ini su selesai, anak-anak boleh pulang dan waktunya membantu orang
tua yo?”. Mungkin sore itu anak-anak masih ingin belajar di rumahku, karena
mereka baru mendapatkan bintang satu, yaitu bintang berhitung. Biasanya sebelum
mereka mendapatkan bintang tiga buah, bintang berhitung, membaca dan menulis,
mereka belum mau pulang. Tapi karena aku berkata demikian, anak-anak seperti
kurang senang untuk disuruh pulang, tapi tetap mereka pulang.
Sore itu aku merasa sedih sekali hanya karena decisan
anak-anak padaku. Aku teringan ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang sebuah
kata “ah” kepada orang tua dapat menghantarkan ke neraka.
”Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23-25)
Ketika waktu malam datang, saya telah selesai mengaji
setelah sholat magrib, anak-anak datang kembali kerumah, kali ini karena untuk
menemaniku dirumah pada malam hari. Tapi tak sedikit yang datang untuk belajar
juga. Mereka datang, belajar lagi, ada yang mengambil buku cerita, ada yang
mengambil buku pelajaran untuk dibaca, ada yang minta soal matematika dan ada
yang menulis. Sampai pukul 09.00 malam, akhirnya aku suruh sebagian mereka yang
datang yang tidak nginap dirumah untuk pulang. Dan ada sekitar sebelas anak
yang nginap dirumah, mereka tidur di kamar sebelahku dan membawa selimut
tebal-tebal dari rumah mereka. Sebelum mereka tidur aku masuk ke kamar mereka.
Dan berkata pada mereka “anak-anak, kalian mau dengar ibu guru bercerita?”
dengan semangat anak-anak duduk melingkari aku dan berkata, mau ibu guru.
Aku langsung berkisah pada mereka “pada zaman dahulu nak,
ada seorang anak yang baik, anak yang rajin belajar dan bersekolah. Namanya si
fulan, siapa namanya?” Aku selalu memastikan bahwa anak-anak mendengarkan
ceritaku. “Si fulan ibu guru” sorak anak-anak.
“nah si fulan ini dia senang membantu orang tuanya, si anak
yang pintar bersekolah dan juga anak yang di sayangi banyak orang. Pada suatu
hari si fulan sedang asik bermain dihalaman
sekolahnya. Kemudian orang tuanya memanggilnya…. “Fulan…. Fulan….” “iya ma…
sebentar fulan lagi bermain” jawab si fulan. Kemudian ibunya memanggil lagi,
“fulan, kesini sebentar saja”, fulan hanya diam dan tidak meghiraukan panggilan
mamanya karena asik bermain, dan mamanya memanggil sekali lagi, fulan bisa
kesini sebentar saja. Fulan yang lagi asik bermain akhirnya datang kepada mamanya
tapi ada suara yang keluar dari mulutnya, dia mendecis” “kalian tau mendecis
nak?” Tanyaku pada anak-anak. “tidak ibu guru” jawab mereka. “mendecis itu
seperti ini, cik..cik…cik” aku berusaha
mencontohkan decisan yang biasa mereka lakukan. “bagi kalian itu apa
namanya?” Tanya ku. “itu ganas bu guru” jawab mereka. Nah itu. Si fulan
mengeluarkan suara itu dari mulutnya karena mamanya memanggil dia sedang
bermain. Karna suara decisan itu, mamanya begitu sedih karena sebenarnya mama
si fulan dia akan memberikan hadiah buat si fulan tapi ternyata si fulan malah
mendecis ketika dipanggil” karena mamanya sedih, si fulan tidak jadi dikasih
hadiah oleh mamanya. Dan Tuhanpun marah kepada si fulan dan menjadikannya
seluruh badannya gatal-gatal.
Nah kalian mengerti cerita barusan nak? Tanyaku memastikan
anak-anak paham dengan cerita yang baru aku ceritakan. Dengan serempak mereka
menjawab “yo”.
Kemudian ceritanya aku kaitkan dengan kejadian tadi sore
dirumah. “Kalian tau kalau ibu guru sedih? “ mereka semua diam. “Ibu guru
sangat sedih sekali karena kalian nak.” Mereka tetap diam tanpa ada yang ingin
bertanya. “tadi sore ibu guru menangis karena kalian mengeluarkan bunyi dari
mulut kalian seperti si fulan mengeluarkan bunyi dari mulutnya ketika mamanya
memanggil. Ketika kalian tadi mengerjakan soal salah dan ibu guru ajarkan cara
yang benar supaya kalian tau bagaimana cara mengerjakannya, malah kalian
berikan ibu guru decisan yang kata kalian itu ganas. Kalian ganas pada ibu guru
kalau kalian tidak bisa mengerjakan soal dengan baik dan ibu guru
mengajarkannya? Kalian tidak suka belajar sama ibu guru kah?kalian belajar
kerumah ibu guru untuk mendapatkan bintang atau karena kalian ingin belajar
nak?” Aku berusaha untuk bertanya pelan-pelan pada mereka dengan suara yang
begitu lembut. Tapi tetap mereka tidak bersuara.
Tidak lama setelah itu. melihat mereka diam semua, aku
kemudian berkata “jangan lagi keluarkan decisan itu ya nak, kesiapa saja, tidak
hanya pada ibu guru, tapi juga pada orang tua mu, pada teman, pada semuanya.
Karena decisan itu membuat orang sedih dan juga tidak senang padamu nak” kalian
bisa memahaminya nak? “ tanyaku dengan
lembut. Mereka semua menjawab, “yooo” sebagai bentuk ungkapan mereka bahwa
mereka itu mengerti. “sekarang silahkan tidur, selamat tidur anak-anak ibu
guru, semoga kalian bermimpi indah ya sayang” ku berikan senyuman terbaikku dan
membelai satu persatu kepala mereka dan kemudian aku keluar dari kamar mereka.
Sesampainya di depan pintu mereka berbisik-bisik di belakangku. Tapi tak ku
hiraukan, aku langsung masuk ke dalam kamarku. Ketika aku menutup pintu,
anak-anak memanggilku dari sebelah kamar “ibu guru” suara mereka dari samping.
“ya nak, ada apa? sahut ku “ibu guru minta maaf” serempak mereka. “ ya sayang,
silahkan tidur” . dan malam itu mereka langsung tidur, tidak seperti biasanya
bernyanyi-nyanyi dulu sebelum mereka mengantuk. Selamat malam anak-anakku.
Selalu aku berdo’a pada Tuhan supaya engkau semua diberikan petujunjuk ke jalan
yang Benar
0 komentar :
Posting Komentar