Ibu Guru Sedih Nak....




Pada sore hari anak-anak sangat banyak datang kerumah untuk belajar, banyak yang minta untuk di berikan soal matematika. Ada beberapa anak yang masih belum mengerti mengerjakan perkalian dengan cara bersusun kebawah, perkalian ratusan dengan satuan dan belasan, berkali kali aku menjelaskan perkalian pada mereka, terkadang mereka benar tapi tetap saja masih sering salah. Karna ditahap pembelajaran kelas tiga sudah seharusnya mengerti perkalian, maka aku selalu menjelaskan perkalian padanya dengan soal yang begitu mudah dengan menggunakan perkalian dua dan tiga yang bisa mereka hitung pakai jari mereka dengan cepat.
Lagi-lagi ketika mereka minta untuk diberikan soal matematika, saya senang dan langsung saya berteriak “siapa yang mau ibu guru tantang untuk mengerjakan soal perkalian” anak-anak dengan semangat menjawab “saya ibu guru” senang sekali dengan semangat belajar dan antusiasnya. Selalu setiap aku memberikan soal, aku memberikan mereka contoh dahulu untuk mengingatkan kembali dan memastikan mereka paham apa yang akan mereka kerjakan. Mereka bersemangat menjawab “tiga kali empat berapa” teriakku setiap kali aku membacakan soal dan meminta mereka untuk menjawab, sejenak mereka diam dan kemudian mereka berteriak “dua belas….. dua belas” ribut mereka satu persatu.  Setelah selesai menjelaskan soal, aku berikan kepada mereka soal-soal sekitar lima buah saja.
Semua anak langsung telungkup ke lantai dan mengerjakan soal yang aku berikan. Dan ruanganpun berubah suaranya seperti suara lebah karna anak-anak mulai berhitung perkalian dan mencoret-coret paha mereka. karena kulit mereka yang kering sehingga bisa ditulis-tulis dengan kuku… terkadang aku tertawa dalam hati, anak-anak ini begitu kreatif dalam belajar dan memanfaatkan apa yang bisa menjadi media belajar mereka dengan apa yang ada paling dekat dengan mereka. Tidak butuh mengeluh jika tak ada fasilitas. Tapi cukup nikmati apa yang ada dan memanfatkannya.
Satu persatu anak yang telah selesai mengerjakan soal, ia menglihatkan hasil hitungannya pada ku, ada yang dapat seratus dan ada yang salah satu, dua, tapi tidak sedikit yang salah semua, dan itu anak kelas kelas kecil yang baru memahami perkalian bersusun kebawah. Ketika aku menyalahkan apa yang mereka kerjakan tak jarang mereka mengeluarkan decissan “Cik…Cik”  mereka sudah terbiasa mendecis ketika ada yang salah atau mengungkapkan ketidaksenangan, lalu aku bertanya, kalian seperti ini (akupun menirukan gimana mereka mendecis “CIk..cik.cik” itu tanda apa? aku harus memastikan dulu sebelum aku memberikan nasehat pada mereka, ternyata benar dungaanku, mereka menjawab “itu ganas bu guru” aku langsung tersentak dengan perkataan polos tanpa merasa bersalah padaku yang sudah di decis oleh mereka berkali-kali. ketika mereka mengerjakan soal salah dan aku perbaiki dan menjelaskan ulang lagi pada mereka mereka biasanya mengeluarkan decisan.
Tak disangka mataku berkaca-kaca, begitu sakit rasanya ketika mulai bersemangat mengajar anak-anak dan berusaha selalu menerima keadaan mereka apa adanya, tanpa mengenal waktu kapanpun mereka ingin belajar aku layani. malah yang aku dapatkan decisan mereka, kata mereka itu bentuk ganas mereka, mereka menunjukkan ketidaksukaannya, apalagi aku harus menambah soal buat mereka supaya mereka lebih paham.
Saat itu aku begitu sedih sekali, aku takut ketika dengan keadaan emosi yang tidak stabil aku menunjukkan muka ketidaksenanganku pada anak-anak. Aku langsung menyudahi pembelajaran pada sore itu. “anak-anak, belajar sore ini su selesai, anak-anak boleh pulang dan waktunya membantu orang tua yo?”. Mungkin sore itu anak-anak masih ingin belajar di rumahku, karena mereka baru mendapatkan bintang satu, yaitu bintang berhitung. Biasanya sebelum mereka mendapatkan bintang tiga buah, bintang berhitung, membaca dan menulis, mereka belum mau pulang. Tapi karena aku berkata demikian, anak-anak seperti kurang senang untuk disuruh pulang, tapi tetap mereka pulang.
Sore itu aku merasa sedih sekali hanya karena decisan anak-anak padaku. Aku teringan ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang sebuah kata “ah” kepada orang tua dapat menghantarkan ke neraka.
”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23-25)
Ketika waktu malam datang, saya telah selesai mengaji setelah sholat magrib, anak-anak datang kembali kerumah, kali ini karena untuk menemaniku dirumah pada malam hari. Tapi tak sedikit yang datang untuk belajar juga. Mereka datang, belajar lagi, ada yang mengambil buku cerita, ada yang mengambil buku pelajaran untuk dibaca, ada yang minta soal matematika dan ada yang menulis. Sampai pukul 09.00 malam, akhirnya aku suruh sebagian mereka yang datang yang tidak nginap dirumah untuk pulang. Dan ada sekitar sebelas anak yang nginap dirumah, mereka tidur di kamar sebelahku dan membawa selimut tebal-tebal dari rumah mereka. Sebelum mereka tidur aku masuk ke kamar mereka. Dan berkata pada mereka “anak-anak, kalian mau dengar ibu guru bercerita?” dengan semangat anak-anak duduk melingkari aku dan berkata, mau ibu guru.
Aku langsung berkisah pada mereka “pada zaman dahulu nak, ada seorang anak yang baik, anak yang rajin belajar dan bersekolah. Namanya si fulan, siapa namanya?” Aku selalu memastikan bahwa anak-anak mendengarkan ceritaku. “Si fulan ibu guru” sorak anak-anak.
“nah si fulan ini dia senang membantu orang tuanya, si anak yang pintar bersekolah dan juga anak yang di sayangi banyak orang. Pada suatu hari si fulan sedang asik  bermain dihalaman sekolahnya. Kemudian orang tuanya memanggilnya…. “Fulan…. Fulan….” “iya ma… sebentar fulan lagi bermain” jawab si fulan. Kemudian ibunya memanggil lagi, “fulan, kesini sebentar saja”, fulan hanya diam dan tidak meghiraukan panggilan mamanya karena asik bermain, dan mamanya memanggil sekali lagi, fulan bisa kesini sebentar saja. Fulan yang lagi asik bermain akhirnya datang kepada mamanya tapi ada suara yang keluar dari mulutnya, dia mendecis” “kalian tau mendecis nak?” Tanyaku pada anak-anak. “tidak ibu guru” jawab mereka. “mendecis itu seperti ini, cik..cik…cik” aku berusaha  mencontohkan decisan yang biasa mereka lakukan. “bagi kalian itu apa namanya?” Tanya ku. “itu ganas bu guru” jawab mereka. Nah itu. Si fulan mengeluarkan suara itu dari mulutnya karena mamanya memanggil dia sedang bermain. Karna suara decisan itu, mamanya begitu sedih karena sebenarnya mama si fulan dia akan memberikan hadiah buat si fulan tapi ternyata si fulan malah mendecis ketika dipanggil” karena mamanya sedih, si fulan tidak jadi dikasih hadiah oleh mamanya. Dan Tuhanpun marah kepada si fulan dan menjadikannya seluruh badannya gatal-gatal.
Nah kalian mengerti cerita barusan nak? Tanyaku memastikan anak-anak paham dengan cerita yang baru aku ceritakan. Dengan serempak mereka menjawab “yo”.
Kemudian ceritanya aku kaitkan dengan kejadian tadi sore dirumah. “Kalian tau kalau ibu guru sedih? “ mereka semua diam. “Ibu guru sangat sedih sekali karena kalian nak.” Mereka tetap diam tanpa ada yang ingin bertanya. “tadi sore ibu guru menangis karena kalian mengeluarkan bunyi dari mulut kalian seperti si fulan mengeluarkan bunyi dari mulutnya ketika mamanya memanggil. Ketika kalian tadi mengerjakan soal salah dan ibu guru ajarkan cara yang benar supaya kalian tau bagaimana cara mengerjakannya, malah kalian berikan ibu guru decisan yang kata kalian itu ganas. Kalian ganas pada ibu guru kalau kalian tidak bisa mengerjakan soal dengan baik dan ibu guru mengajarkannya? Kalian tidak suka belajar sama ibu guru kah?kalian belajar kerumah ibu guru untuk mendapatkan bintang atau karena kalian ingin belajar nak?” Aku berusaha untuk bertanya pelan-pelan pada mereka dengan suara yang begitu lembut. Tapi tetap mereka tidak bersuara.
Tidak lama setelah itu. melihat mereka diam semua, aku kemudian berkata “jangan lagi keluarkan decisan itu ya nak, kesiapa saja, tidak hanya pada ibu guru, tapi juga pada orang tua mu, pada teman, pada semuanya. Karena decisan itu membuat orang sedih dan juga tidak senang padamu nak” kalian bisa memahaminya nak? “  tanyaku dengan lembut. Mereka semua menjawab, “yooo” sebagai bentuk ungkapan mereka bahwa mereka itu mengerti. “sekarang silahkan tidur, selamat tidur anak-anak ibu guru, semoga kalian bermimpi indah ya sayang” ku berikan senyuman terbaikku dan membelai satu persatu kepala mereka dan kemudian aku keluar dari kamar mereka. Sesampainya di depan pintu mereka berbisik-bisik di belakangku. Tapi tak ku hiraukan, aku langsung masuk ke dalam kamarku. Ketika aku menutup pintu, anak-anak memanggilku dari sebelah kamar “ibu guru” suara mereka dari samping. “ya nak, ada apa? sahut ku “ibu guru minta maaf” serempak mereka. “ ya sayang, silahkan tidur” . dan malam itu mereka langsung tidur, tidak seperti biasanya bernyanyi-nyanyi dulu sebelum mereka mengantuk. Selamat malam anak-anakku. Selalu aku berdo’a pada Tuhan supaya engkau semua diberikan petujunjuk ke jalan yang Benar 

About srihandini.blogspot.com

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar