Sebentar lagi pesawat akan
mendarat di bandara sentani, Papua. Bumi Papua terlihat jelas dari atas
pesawat, tidak lagi ditutupi awan. Terlihat pegunungan, pantai yang indah dan
danau sentani. Sebentar lagi aku akan menginjak tanah papua. ntah kenapa aku
masih seperti mimpi, tak percaya akan ada hari ini. sekuat tenaga aku berusaha
untuk membangunkan diriku dari mimpi ini, tapi aku tak sanggup karena itu
bukanlah mimpi. Untuk bermimpi saja aku masih takut apalagi menghadapi
kenyataan hari ini, aku akan mengabdi di pelosok papua. dari jayapura aku harus
naik pesawat lagi 45 menit menggunakan pesawat kecil dan masuk ke perutnya
pulau papua. Kabupaten Perbatasan dengan papua nugini.
Aku berusaha untuk tidak berfikir
apapun tentang hari ini, dan esok. Itu cukup membuatku agak tenang, walaupun
begitu sulit mengalihkan perhatian pikiran. Sesampai di bandara sentani aku
seperti tidak merasakan menginjak bumi. Semuanya tak pernah terbayangkan
olehku. Bandaranya, Orang-orangnya dan aku masih punya trauma dengan
orang-orang papua.
Penerbangan ke kab. Pegunungan bintang putar balik karena
cuaca buruk dan kami kembali lagi ke bandara sentani. Aku selalu berdo’a agar
kembali lagi kejakarta. Tak ingin rasanya aku pergi ke daerah tersebut. Keberangkatan ke oksinil aku putuskan ingin
melihat bagaimana bentuk daerah penempatanku dari atas udara. Tak sedikitpun
mataku ingin ku pejamkan untuk tidur. Menjelang pesawat mendarat terlihatlah.
Hutan-hutan yang sangat lebat. Terlihat jalan tanah yang berliku liku di tengah
hutan, aliran sungai dan ada setumpuk setumpuk rumah di tengah hutan. Tak henti
hentinya mulut ini beristigfar. Bahkan sampai saat inipun aku tak percaya ini
adalah kenyataan. Ya Tuhan aku tak percaya jalan hidupku akan ku jalani di
tengah hutan itu.
Untuk menuju kampungku aku harus
berjalan kaki di lereng gunung yang disampingnya hutan lebat selama satu
setengah jam. Tidak jarang aku harus menempuhnya sendiri. Enam purnama sudah
kujalani. Sekrang timbullah rasa cinta itu pada kampung ini. pada anak-anak
yang aku ajar, dan juga pada masyarakat. Terlalu besar cinta yang kumiliki saat
ini. Cinta karna Allah, cinta karna banyak harapan yang ku panjatkan pada Allah
untuk kampung ini. termasuk setitik Hidayah.
Ternyata diatas semua
ketakutanku, kemarahanku, ketidakterimaanku yang semuanya hanya bisa ku pendam
sendiri. Dibalik itu Allah sedang berbicara padaku. Yang selalu membisikkan
makna sabar dan ikhlas. Dulunya aku
selalu mencari makna kedua itu. Sekarang aku telah menemukannya. Ketika aku
harus menerima semua ketakutanku, kemarahanku, kebencianku, bahkan dendamku.
Sekarang aku tahu ikhlas itu menerima dengan tulus tanpa ada lagi prasangka.
Sabar itu menjalani dengan bahagia sehingga timbullah cinta.
Ditanah ini. aku mengerti kenapa
aku harus disini. Allah mengajarkanku tentang Tauhid. Dan Cinta itu adalah
ketika orang yang kita cintai ingin sama-sama dicintai Allah. Ditanah ini ada
sebuah Harapan besar yang ku Hajadkan pada Allah. Tentang sebuah Mencinta
Karena Allah.
0 komentar :
Posting Komentar